Jakarta - Warga Tanjung Balai, Sumatera Utara, Meiliana divonis hukuman penjara selama 18 bulan karena memprotes volume suara azan. PP Muhammadiyah berpendapat seharusnya hukuman untuk Meiliana bisa lebih ringan.
"Dalam dunia demokrasi itu berhak untuk mengeluarkan pendapat apapun dan masyarakat kita sebaiknya memang dibiasakan, perbedaan pendapat itu dibiasakan," kata Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad saat dimintai tanggapan detikcom, Rabu (22/8/2018) malam.
"Inilah perlunya pendidikan yang berkualitas yang mengatakan bahwa kita hidup ini tidak hanya golongan kita saja, kelompok kita saja, ada orang lain yang perlu kita hargai. Oleh karena itu, menurut saya, hukumannya jangan terlalu berat seperti itu," imbuhnya.
Dadang menilai sikap warga dalam merespons protes Meiliana menunjukkan ketidakdewasaan dalam berdemokrasi. Karena, menurutnya, protes seperti yang disampaikan Meiliana dapat diselesaikan dengan musyawarah.
"Ya, itu menandakan bahwa warga kita ini belum siap untuk hidup dalam perbedaan, dalam kehidupan kebinekaan. Tapi, ini memang perlu mendapatkan perhatian yang sangat dalam. Bukan hanya masyarakat itu, tapi secara umum. Maksudnya, perlu edukasi, bukan cuma warga kita (Islam) saja, semua warga negara perlu diedukasi tentang dunia demokrasi dan perbedaan berpendapat," papar Dadang.
Sementara itu, Ketum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menduga Meiliana tak menyampaikan protesnya dengan cara yang baik. Situasi pun semakin meruncing karena kondisi umat Islam di Tanjung Balai sendiri yang tak bisa melihat permasalahan secara jernih.
"Itu dia. Saya kira ada masalah di kedua belah pihak. Meiliana tidak melakukan dialog dengan cara yang benar dan beradab, sehingga menyulut kemarahan. Di sisi lain, umat mudah diprovokasi tanpa peduli dengan pentingnya membangun dialog," terang Dahnil.
Sumber : detikcom
0 komentar:
Posting Komentar